Jogjakarta, 9 Juli 2014
pukul 09:00
Selamat pagi dunia!
Akhirnya aku bisa berkontribusi untuk menentukan siapa yang
akan menjadi nahkoda kapal kita selama 5 tahun kedepan. Dalam proses
pelaksanaan, masih banyak bentuk kampanye tersembunyi yang ada di hadapan mata,
entah itu, dari sosial media, ataupun dari serangan fajar. Tapi, jelas, aku
sudah memiliki pilihan sendiri, tanpa diperlukan berbagai kampanye hitam atau
serangan fajar, tak ada yang bisa menggantikan pilihanku.
Proses perjalanan ke tempat pemilihan berjalan dengan
lancar, dan tentu saja, ada satu atau dua orang yang datang membawa brosur
sambil menyerahkan duit untuk memilih capres tertentu. Tapi, ah.. sejelek
itukah mental saya, mau menerima uang untuk memilih orang yg tidak sesuai
keinginan saya? Sebodoh itukah otak saya, sampai demi uang puluhan ato ratusan
ribuan yang cukup buat makan anak kosan sebulan, untuk menghancurkan negara
selama 5 tahun? Maaf pak, saya ambil
uangmu, terus kucoblos muka lawanmu, biar rugi kamu sana!
Sampai di tempat, seperti biasa, saya mengantri, dan menyelesaikan proses administrasi bla bla bla, akhirnya dapet kertas suara. Sebelumnya tadi, saya melihat, ada tetangga yang marah2 ke panitia karena katanya kertas suara udah kecoblos ketika sudah memasuki bilik. Ah, paling blunder KPU ato ada timses yang sengaja. Saya langsung buka di depan panitia, dan alhamdulillah, tidak ada kerusakan atau lubang di kertas saya, dan saya bisa coblos, dan AKHIRNYA!! SAYA SUDAH BERKONTRIBUSI UNTUK NEGARA SAYA!! Setelah shalat istikharah dan mempelajari sosok figur capres, baik secara dalam dan luar, akhirnya sudah dipilih capresnya. Saya langsung memasukkan surat suara saya, dan mencelupkan jari kelingking. Jujur, sejak mengikuti proses pemilihan, kurang tau fungsinya itu apa. Buat dapet makan gratis di restoran mungkin?? Ato buat dapet diskon belanja di supermarket?? Ato mungkin, biar bisa dapet bahan foto selfie kelingking di instagram dengan hashtag #akhirnyangevote #ayocoblos #pilpres mungkin??. Kita ga tau, tapi, au ah gelap, yang penting, suara saya sudah terwakili melalui coblosan saya tadi.
Sontak, saya meninggalkan tempat pemilihan dengan sukacita, karena telah memilih nahkoda kapal kelak untuk 5 tahun kedepan, saya tidak mau melihat hasil quick count beberapa stasiun televisi yang akhir-akhir ini terkesan memihak. Stasiun televisi yang di pemilu sebelumnya ngaku2 independen, jujur, dan terpercaya, sekarang, hampir di setiap beritanya, memuat berita baik capres dukungan, dan berita buruk capres lawan. Meliat media online, isinya sama aja, black campaign terselubung saja. Ada yang diejek komunis lah, ada yang diejek telah melakukan pelanggaran HAM lah, ada yg diejek bukan Islam tulen, ada yang diejek bukan nasionalis handal, ada yang dijuluki “banci”, ada yang dijuluki “jomblo”. KEMANA NETRALITAS MEDIA KITA SEKARANG?? Aku hanya berdo’a kelak siapapun pemenangnya, semoga sebuah kapal besar bernama INDONESIA ini bisa diarahkan ke arah yang baik dalam 5 tahun kedepan, dan tidak dinahkodain oleh pemimpin yang zalim, gila harta, tahta, wanita, dan citra. Dan, aku juga hanya berdo’a, setelah aku menulis surat ini, tepatnya tanggal 10 April, tidak ada lagi ejek-ejekan antar pendukung capres manapun, karena kita ini satu, tinggal di Indonesia, yang ujung-ujungnya akan memiliki satu presiden, kalo ga suka, silahkan pindah kewarganegaraan aja teman-teman.
Ah, surat ini, hanya dibuat oleh seorang warga negara Indonesia yang belum memberikan prestasi apapun untuk bangsa, hanya seorang pengandai yang belum mampu berbicara lantang seperti teman2 yang sudah berbicara lantang, kadang jelas, kadang enggak di media manapun. Jadi, kalian bisa abaikan kok surat ini, tapi, saya tetap CINTA INDONESIA!!
Dengan hormat,
Wargamu yang selalu mencoba untuk taat kepada
aturanmu, dan ingin kamu bangkit kembali
Farhandika Mursyid
NB : Surat ini dibuat sebagai khayalanku terhadap nasib
bangsa 5 tahun kedepan. So, let’s vote for your family, your community, and
YOUR COUNTRY! Vote if you love Indonesia! Vote if you want Indonesia stand on
its feet again!
#TosLimaJari!!!