Sabtu, 07 September 2013

INFERTILITAS / KETIDAKSUBURAN (catatan medis)



Teman2 semuanya.. memang, dalam sebuah hubungan suami-istri, kita emang ditakutkan jika kelak, kita tidak bisa menghasilkan keturunan, dalam waktu tertentu. Dalam istilah medis, hal ini sering diistilahkan dengan ketidaksuburan (infertilitas).

Sebenarnya, apa aja sih yang bisa dikatakan sebagai kasus infertilitas itu?

Eh lu balik lagi nih.. kemana aja?? Hehe.. okedeh.. Menurut buku yang pernah saya baca sih, sebuah kasus dapat didefinisikan sebagai infertilitas jika dalam setahun, sudah tidak ada kehamilan pada si perempuan, dengan syarat suami dan istri tidak memakai perlindungan, atau sering disebut dengan kontrasepsi

Apa aja sih faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas itu?
Menurut salah satu ginekologis (dokter spesialis kandungan gitu), dr. Jonathan S. Berek, ada banyak sekali faktor yang menyebabkan infertilitas, seperti:
·         Faktor laki-laki
  • ·         Usia dan penurunan kualitas ovarium (sel telur)
  • ·         Kelainan pada masa ovulasi (istilahnya itu, ketika perempuan sudah menghasilkan sel telur)
  • ·         Kelainan pada saluran reproduksi perempuan, khususnya pada tuba uterina (untuk transportasi sel telur), biasanya sih, cidera, atau terjadi blockage,
  • ·         Faktor dari uterine sendiri, mungkin ada anomali congenita.
  • ·         Kondisi sistemik (di luar saluran reproduksi, misalnya ada penyakit infeksi autoimun, atau penyakit ginjal kronis)
  • ·         Faktor dari serviks vagina, atau dari imun sendiri
  • ·         Faktor tak terduga (kayak endometriosis tanpa disebabkan oleh tuba ato peritoneum)

NB : Endometriosis itu adalah kondisi dimana munculnya jaringan endometrial (kelenjar dan stroma), diluar uterus, seringnya terlihat di bagian pelvis viscera dan peritoneum (rongga perut), dapat didiagnosa melalui laparoskopii, dan konfirmasi histologis, sering terjadi pada wanita usia reproduktif, dan pada usia tua yang menjalani penggantian hormon.

Wah.. banyak juga yah, faktornya, tapi saya agak bingung itu, itu gimana caranya kita bisa tahu kalo infertilitas bisa dketahui oleh faktor tertentu?
Hmm.. pertanyaan bagus, itu sih, pertama-tama kita harus mengawali dulu dengan pemeriksaan fisik, disini kita menyuruh masing2 untuk mengukur Basal Body Temperature (BBT) terlebih dahulu, jadi, BBT itu adalah suhu badan yang kita ukur tepat setelah kita bangun pagi, dan itu tidak boleh ada gerakan sadar sebelumnya, jadi, kita perhatikan selama 30 hari, apakah ada perubahan berarti, atau tidak, jika, ada, maka kita lanjutkan ke pemeriksaan berikutnya, kalo tidak ada, berarti ada kelainan pada masa ovulasi.

Lah, kok bisa gitu?
Jadi, dalam satu bulan tersebut, kita emang melihat perubahan pada BBT, dikarenakan pada masa ovulasi, itu, ada sekresi hormon progesteron, yang bisa meningkatkan BBT kita sekitar 0.60F lah.. (hitung ke celsius berapa ya). Sehingga, jika, siklus ovulasi terjadi, akan terlihat selalu perubahan BBT secara bifasik.
Lanjutin yah??

Okee!!

Jadi, setelah kita memperoleh pola bifasik pada BBT, kita melanjutkan pada post-coital test, maksudnya tes setelah terjadinya coitus (maaf, bersetubuh), tes ini bertujuan untuk mengetahui kualitas mukosa serviks, atau mengukur jumlah sperma yang motil (bisa bergerak) pada saluran reproduksi wanita setelah coitus, dan interaksi antara mukosa serviks dan sel sperma. Tes ini dilakuksan 1- 2 hari sebelum waktu yang tepat untuk ovulasi wanita, karena hasil tes ini sangat berpengaruh ada cukupnya hormon estrogen pada mukosa serviks.

Hmm.. pemeriksaan mukosa serviks yah.. apa aja sih yang diperiksa??
Kalo yang kubaca sih, itu yang diperiksa biasanya keregangan pasca dirangsang sama estrogen, selain itu, juga diperiksa untuk melihat tipe ferning yang ada. Biasanya kalo udah ada estrogen, bentuk mukosa terlihat bersih dan berair, sedangkan kalo masih ada progesteron, terlihat tebal, kotor, dan kurang ferning. Terus untuk pemeriksaan keberadaan dan motilitas sperma, dilakukan melalui mikroskop, dengan minimal 20 sperma untuk tiap lapangan pandang besar (high-power field).

Hmmm... itu, jika berhasil, gimana?? Ada kemungkinan gagal ga??
Pastinya dalam sebuah tes, ada kemungkinan berhasil ato gagal sih, tapi kemungkinan gagalnya lebih besar sih, soalnya penyebab gagalnya tes itu biasanya karena kualitas si mukosanya lemah, ada karena infeksi, ato beberapa obat, contohnya Clomiphene citrate yang memberikan efek anti-estrogen pada kelenjar serviks. Tapi, yang palind sering terjadi itu karena timing untuk coitus yang kurang tepat. Kalo emang berkali2 dicoba, tetep gagal, itu dapat disimpulkan infertilitas terjadi karena serviks wanita, ato karena faktor ketidaksuburan pada pria. Kalo berhasil, dilakukan biopsi pada endometrial, untuk mengecek apakah karena kelainan pada fase luteal.

Oow.. keren juga.. Dari awal, ingin nanya juga sih, kok bisa sih pria menyebabkan infertilitas?? Terus, gimana bisa tahunya?
Ya, bisa doong.. kan, yang coitus itu kan pria ama wanita, kalo gak kan, jadinya.. *ahsudahlah. Jelas, karna kalo organ reproduksi wanita normal, tapi tetep infertil, kan, pria disalahin, ada apa nih ama si pria?? Jangan2, dia bukan pria lagi. *loh.. maksudnya, ada yang aneh mungkin sama sperma, to mungkin ada penyakit kelamin pada pria.
Oke.. serius.. untuk mengetahui apakah si pria yang jadi aktor infertilitas pasangan, dilakukan namanya analisa sperma. Untuk mengukur volume, motilitas, konsentrasi, dan morfologi (itu yang dasar sih), yang lebih kompleks?? BANYAK!!!..
Jadi, kita pertama ngukur dulu parameter yang biasanya diukur nih.. tak mulai dari volume dulu, gampang kan?? Ditaruh dalam sebuah silinder, terus diukur 20 menit setelah ejakulasi, kenapa? Biasanya, pada waktu 20 menit itu adalah waktu terjadinya liquefaksi pada sperma.  Volume normal sperma itu berkisar dari 1.5-5 mL. Rendah ketika terjadi kasus ejakulasi retrograd,, tinggi ketika ada inflammasi pada kelenjar aksesoris.
Terus, yang kedua, kita mengukur konsentrasi sperma, dijelaskan sebagai jumlah sperma per mililiter pada ejakulasi. Menurut WHO, konentrasi normal minimum sperma adalah 20 juta per mililiter. Yang ketiga, ukur motilitas sperma, untuk memeriksa, kemungkinan adanya bagian sperma yang bergerak progresif dalam sebuah ejakulat. Progressive motility disini disebutkan jika spermatozoa bergerak sangat aktif dan linear dalam lingkaran besar, atau linear. Kondisi normalnya adalah jika 50% spermatozoa dinyatakan bergerak progresif, kalo kurang, disebut asthenozoospermia.
Terus nih, parameter terakhir yang diukur adalah morfologi sperma, jika kita menggunakan kriteria Tygerberg, maka kelainan kecil pada bagian spermatozoa (head, midpiece, tail), sudah dianggap abnormal, kategori dimana sperma dinyatakan abnormal secara morfologi:
  • ·         Head defect : large or small, tapered, pyriform, round, amorphous, vacuoated (more than 2 vacuole, or >20% of head area occupied by vacuole), double head, or combinations
  • ·         Midpiece defect : asymmetrical insertion of midpiece into head, thick or regular, sharply bent
  • ·         Tail defect : short, multiple, broken, smooth hairpin bends, sharply angulated bend, irregular width, coiled, or combinations
  • ·         Excess residual cytoplasm :abnormal spermatozoa from defective spermatogenic process.

Menurut kriteria Tygerberg, jika lebih dari 14% spema memiliki morfologi normal, itu sangat bagus, kalo 4%-14% itu masih dianggap bagus, dengan syarat dan ketentuan tertentu, kalo kurang dari 4% itu kurang normal.
Dalam sperma, kita bisa juga nih mendeteksi kandungan sel darah putihnya, menggunakan teknik pewarnaan  methylene blue atau immunoperoxidase juga boleh, dengan memakai rumus..
C = N X S / 200
dimana C = leukocyte ato sel bulat (million/ml), N = number of leukocyte ato sel bulat in 200 sperms, S = sperm concentration (million/ml)
Nilai normalnya. Sel bulat : 5 juta sel / ml, Sel darah putih : 1 juta sel / ml.
Jika, dalam kondisi ini, semua parameter normal, berarti sperma si cowok ini normozoospermia, kalo ada yang ga normal, berarti dia :
  • ·         Oligozoospermia : jumlah sperma berkurang
  • ·         Asthenozoospermia : motilitas sperma berkurang
  • ·         Teratozoospermia : morphologi sperma berkurang normalitasnya
  • ·         Oligoasthenoteratozoospermia : semua variabel berkurang
  • ·         Azoospermia : tidak ada sperma di semen
  • ·         Aspermia : tdak ejakulasi
  • ·         Leucocytospermia : sel darah putih meningkat di semen
  • ·         Necrozoospermia : semua sel sperma tidak motile dan viable

Ohya, untuk pengobatan tadi, kita menggunakan clomiphene citrate, yang bekerja untuk meningkatkan level LH, FSH, dan testosteron. Penggunaan varicocele tidak bagus karena menggangu vena spermatica interna dan harus dihindari.

Hmm.. ribet juga yah, analisis sperma, tapi asik sih, buat cowok2, untuk mengecek, dia subur atau tidaknya, hehe. Eh, tadi, yang ngebahas endometrial biopsy itu gimana ya??
Ohya, jadi, jika hasil tes pasca-koitus tadi menunjukkan hasil yang bagus, maka perlu dilakukan pemeriksaan endometrial biopsy, dilakukan harusnya sebelum menstruasi atau 18 jam sebelum keluarnya. Jika, dalam pemeriksaan endometrium, menunjukkan fase yang aneh selama 3 hari, maka, ditentukanlah bahwa infertilitas terjadi katena kelainan fase luteal. Diobati dengan clomiphene citrate, pada hari 5 – 9 siklus ovulasi. Atau dua kali supositori progesterone, pada hari 18 sampai terjadinya menstruasi ato konsepsi. Ohya, jika hasil dari tes tersebut masih menunjukkan angka normal, perlu dilakukan hysterosalphingogram untuk memeriksa kelainan anatomis pada kelenjar reproduksi wanita.

HYSTEROSALPHINGOGRAM?? Gimana caranya? Terus diapain?
Jadi, hysterosalphingogram ini digunakan untuk mengamati jika ada kelainan struktural pada tuba uterina ato pada ovarium. Secara EBM, ini teruji lho, alat ini memiliki sensitivitas sebesar 85%-100% mengamati oklusi. HSG ini caranya yah, dilihat gitu strukturnya, cuma harus dilakukan pada hari 6 dan 11 siklus, untuk mengamti terjadinya kelainn pembuluh darah karena dilatasi vena periuterina.. Tes ini memiliki banyak sekali efek samping, seperti laserasi sefviks, perforasi uterine, hemorrhage, dan respon allergi karena pewarnaan. Jika, ditemukan adanya keanehan anatomis, maka lakukanlah koreksi, tapi jika tidak, lakukanlah laparoskopi jika dalam waktu 3-6 bulan setelah HSG, tidak terjadi konsepsi, dimana prosedur ini dapat menguji dengan teliti, arsitektur eksternal dari tuba, serta dapat menyembuhkan kelainan anatomis secara langsung.

Jika ditemukan keanehan, maka gimana nih penyembuhannya?
Karena, kita menggunakan laparoskopi untuk mengetahui kelainan anatomis secara jelas, cara yang terbaik adalah dengan melakukan koreksi anatomis pada tubal atau peritoneal. Begitu.
Gimana nih??

Yah, udah dapet banyak ilmu nih soal infertilitas, ternyata banyak juga ya penyebabnya, tapi juga banyak sih treatment yang bisa dilakukan. Lumayan lah


NB : Kalo ada komentar, atau koreksi dan tambahan materi, bisa kirim ke email saya di farhandika@yahoo.com, atau lewat twit ke @farhan_mursyid.. terimakasih..

1 komentar: